FOKUS EDUKASI – Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, tuntutan sosial yang makin tinggi, dan perubahan teknologi yang melesat cepat, banyak orang mulai merasa kewalahan. Tak sedikit dari kita yang kehilangan arah, merasa rendah diri, hingga stres berkepanjangan. Tapi, tahukah kamu bahwa ada satu aliran filsafat kuno yang bisa membantu kita menavigasi hidup dengan lebih tenang dan penuh kesadaran? MEDIA FOKUS akan mengulas tuntas: apa nama aliran filsafat yang mengajarkan kita untuk fokus terhadap hal yang bisa kita kontrol.
Kenalan dengan Stoikisme: Filsafat Pengendalian Diri
Stoikisme atau stoicism adalah jawaban dari pertanyaan tersebut. Inilah nama aliran filsafat yang mengajarkan kita untuk fokus terhadap hal yang bisa kita kontrol. Aliran ini menekankan bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh kondisi eksternal, melainkan dari sikap dan persepsi kita terhadap peristiwa tersebut.
Stoikisme mengajarkan kita untuk menyadari batas antara hal-hal yang dapat dan tidak dapat kita kendalikan. Reaksi kita, sikap, pikiran, dan tindakan pribadi—itulah ranah yang seharusnya jadi fokus utama dalam hidup. Sisanya, seperti opini orang lain, kondisi cuaca, atau keberuntungan, adalah hal yang berada di luar kendali kita dan tidak perlu membuat kita stres.
Asal-Usul Stoikisme: Dari Yunani ke Dunia Modern
Stoikisme lahir di Yunani sekitar abad ke-3 SM. Pendiri aliran ini adalah Zeno dari Citium. Ia mengajarkan filsafat di sebuah teras bernama Stoa Poikile di Athena. Dari tempat inilah istilah stoikisme berasal.
Perjalanan stoikisme terbagi menjadi tiga fase:
- Stoa Awal: Zeno, Cleanthes, dan Chrysippus.
- Stoa Menengah: Panaetius dan Posidonius.
- Stoa Akhir (Romawi): Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius.
Marcus Aurelius, Kaisar Romawi yang juga filsuf, terkenal dengan bukunya Meditations, yang berisi refleksi mendalam tentang kehidupan, penderitaan, dan kedamaian batin.
Baca juga: Apa Nama Kondisi Ketika Otak Melemah Namun Tidak Mau Berhenti Bermain Sosmed?
Prinsip Utama Stoikisme: Fokus pada Kendali Diri
Dalam stoikisme, ada prinsip inti yang dijadikan pegangan:
- Dikotomi Kendali: Bedakan antara apa yang bisa dikontrol (pikiran, tindakan) dan tidak bisa dikontrol (nasib, opini orang lain).
- Hidup sesuai kebajikan: Mengutamakan kejujuran, keberanian, disiplin, dan kebijaksanaan.
- Kesadaran akan kefanaan: Mengingat bahwa hidup terbatas dapat memotivasi kita untuk lebih bijak dalam bertindak.
Apa nama aliran filsafat yang mengajarkan kita untuk fokus terhadap hal yang bisa kita kontrol? Jawabannya adalah stoikisme, karena prinsip inilah yang membedakan stoikisme dengan aliran lain. Filsafat ini sangat relevan, bahkan dalam kehidupan modern yang serba cepat dan menuntut kesempurnaan.
Manfaat Menerapkan Stoikisme dalam Kehidupan Sehari-hari
Berikut beberapa manfaat praktis dari menerapkan stoikisme:
1. Mengelola Emosi dengan Lebih Tenang
Ketika menghadapi masalah, alih-alih panik atau bereaksi secara emosional, stoikisme membantu kita untuk bersikap tenang dan rasional. Kita diajak berpikir, “Apakah ini hal yang bisa saya kendalikan?”
2. Membuat Keputusan Lebih Bijaksana
Dengan refleksi harian, kita dilatih untuk memahami motif dan konsekuensi tindakan kita. Hal ini sangat membantu dalam pengambilan keputusan pribadi maupun profesional.
3. Mengurangi Kecemasan dan Rasa Cemas
Karena fokus pada hal-hal yang bisa dikontrol, pikiran kita tidak lagi dipenuhi oleh kekhawatiran akan hal-hal yang berada di luar jangkauan.
4. Meningkatkan Hubungan Sosial
Dengan praktik empati dan kesadaran diri, kita jadi lebih sabar dan memahami orang lain. Hal ini memperkuat hubungan interpersonal dan profesional.
Popularitas Stoikisme di Era Modern
Di Indonesia, stoikisme mulai populer, terutama di kalangan anak muda. Buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring menjadi salah satu pionir yang memperkenalkan stoikisme secara ringan namun mendalam. Buku ini telah dicetak ulang lebih dari 50 kali dan memunculkan komunitas-komunitas diskusi di berbagai kota.
Di media sosial dan YouTube, stoikisme juga banyak dibahas oleh tokoh-tokoh seperti Raditya Dika, Ferry Irwandi, hingga Marissa Anita. Mereka membagikan pengalaman pribadi dalam menerapkan stoikisme untuk mengatasi kecemasan, stres, dan tantangan hidup modern.
Stoikisme dan Kesehatan Mental
Tak hanya sekadar ajaran klasik, stoikisme kini juga diaplikasikan dalam konteks psikologi modern, khususnya kesehatan mental. Banyak praktisi terapi kognitif perilaku (CBT) mengakui nilai dari stoikisme dalam mengubah cara berpikir yang destruktif menjadi lebih konstruktif dan adaptif.
Ketika seseorang mengalami overthinking, stoikisme menyarankan untuk bertanya: “Apakah ini bisa saya kontrol?” Jika tidak, maka lepaskan. Dengan cara ini, kita dapat menghindari burnout mental.
Kesimpulan: Filsafat Lama, Solusi Hidup Masa Kini
Apa nama aliran filsafat yang mengajarkan kita untuk fokus terhadap hal yang bisa kita kontrol? Jawabannya jelas: stoikisme. Filsafat ini bukan sekadar teori tua dari Yunani kuno, melainkan panduan hidup praktis yang bisa diterapkan oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja.
Dengan menerapkan prinsip stoikisme, kita dapat:
- Mengelola emosi lebih sehat
- Mengurangi rasa cemas dan overthinking
- Membuat keputusan yang lebih sadar dan bijak
- Menjalani hidup dengan lebih tenang dan bermakna
FOKUS TV meyakini bahwa dalam dunia yang terus berubah, memegang teguh nilai stoikisme dapat menjadi pondasi kuat untuk membangun ketahanan mental dan kedewasaan emosional.
Jadi, daripada terus sibuk mengontrol hal-hal yang tidak bisa dikontrol, lebih baik arahkan energi kita untuk mengasah diri, memperbaiki sikap, dan merawat pikiran. Sebab, seperti kata Epictetus, “It’s not what happens to you, but how you react to it that matters.”